UNTAN Menuju World Class University!
Oleh
Y.Gatot Sutapa Y.
Y.Gatot Sutapa Y.
Menyimak tulisan Dr. Leo Sutrisno Pontianak Post tanggal 23 Januari 2012, penulis tergerak untuk mengungkapkan kemungkinan-kemungkinan terbangunnya kerjasama antara UNTAN dengan universitas di luar negeri khususnya USA.
Pada tahun anggaran 2010-2011 yang lalu, penulis berkesempatan untuk mengikuti sandwich-like program di University of Illinois USA sebagai visiting scholar. Penulis melihat adanya celah-celah kerjasama yang bisa dibangun terutama yang terkait dengan pengembangan kerjasama akademis baik yang berupa pengiriman tenaga pengajar, seminar, penerbitan journal, study visit, upgrading teachers, visiting scholar dan lain-lainnya. Penulis, sebagai salah satu perserta program yang medalami English for Vocational School dan ikut aktif dalam beberapa seminar internasional yang diselenggarakan di kampus tersebut, di akhir sebuah seminar yang terkait denganEducation through Culture ditawari untuk mengajar Bahasa Indonesia di Foreign Language Department at University of Illinois. Kebetulan pengelola program ini adalah seorang ahli bahasa Aram dari Iran yang sudah menetap di Amerika dan memandang penting mengundang dunia global ikut dalam entity-nya yang vareatif.
Lain dari itu, penulis juga berkesempatan mengunjungi Richland Community College di Decatur Illinois yang menawarkan mutual cooperation sebagai medium magang. Vice academic director, Dr. Tod Treat, yang sepanjang study visit menemani penulis dan memberikan gambaran tentang kemungkinan-kemungkinan kerjasama yang bisa dikerjakan dalam berbagai ketrampilan dari yang terkait tentang pembelajaran bahasa Inggris untuk imigran sampai dengan program teknologi terapan berbasis pembaharuan.
Satu lagi yang sekarang sedang gencar dilakukan oleh University of Illinois adalah dual degree program. University of Illinois, nampaknya menyadari bahwa partnership tingkat internasional semakin hari menjadi semakin penting untuk tetap menjaga dan mengembangkan rising survivalnya. Prof. Marilyn Parsons, Senior Lecturer at University of Illinois, tahun yang lalu berkunjung ke Indonesia dalam rangka mempromosikan program ini. Dan terkait dengan program ini, Universitas Negeri Semarang sudah setahun lebih awal menindaklanjutinya dan dapat melakukan program dual degree mulai tahun yang lalu.
Jadi, dari sini dapat ditarik sebuah inspiring moment bahwa kesempatan go public dan menjadi world class university dalam jaringan kerjasama internasional itu ada dan terbuka lebar. Hanya, penulis setuju apa yang diungkap Dr. Leo bahwa untuk bisa berpartner dengan sejajar, minimal dipandang sejajar, UNTAN kita harus memiliki program unggulan. Dengan level sejajar ini kita bisa memetik banyak keuntungan dan kita tidak ter-underestimate dalam hal yang kita sebenarnya juga mampu.
Apa yang bisa kita unggulkan?
Sebuah pertanyaan yang tidak mudah kita jawab memang. Satu hal yang pasti adalah bahwa dengan menilik posisi UNTAN yang berada di perlintasan internasional langsung menuju Malaysia, Brunei, dan Singapura mestinya memberikan inspirasi bagi kita untuk menemukan fokus kajian dan pengembangan UNTAN ke depan sebagai institusi preservasi dan pusat informasi ilmiah sekurang-kurangnya di Kalimantan Barat. Apalagi dalam beberapa tahun terakhir FKIP UNTAN juga sudah memulai unjuk gigi membangun kerjasama dengan UKM di Malaysia baik dengan mengirim tenaga pengajar maupun mahasiswa. Juga, ke Brunei ternyata FKIP UNTAN kita telah mampu menyediakan tenaga guru yang sudah lolos seleksi dan siap bekerja di sana. Penulis juga pernah presentasi seminar di USM Penang (memiliki mahasiswa internasional dari Iran, Lebanon, Pakistan, dan negeri Timur tengah lainnya) mendapatkan sambutan yang sungguh luar biasa bahwa USM juga terbuka untuk menjalin kerjasama akademis dengan universitas di Indonesia. Semua ini tentu bisa menjadi benih-benih inspiratif yang siap berkembang di kemudian hari, termasuk menembus Amerika, jika kita memang mampu secara konsisten terus tumbuh ke arah yang mau kita tuju itu.
Selain daripada itu, selama penulis di Amerika, penulis juga mengamati bahwa Amerika memerlukan tersedianya tenaga-tenaga teknisi ICT dan montir kelas menengah (Kita punya Fakulats Teknik), perawat kesehatan dalam arti luas (Kita punya Fakultas Kedokteran), pelaut di kapal-kapal pesiar (Perlu dibuka Fakultas Kemaritiman?), dan tambang. Ini semua terlihat nyata ketika Amerika cukup welcome terhadap tenaga-tenaga dari Indonesia yang (tidak jarang) dikenal ulet dan tahan ujian. Maka dari itu, dengan melihat beberapa hal yang penulis sebut tadi, mana yang bisa dan memang mau kita jadikan unggulan semua terbuka di depan kita. Yang penting adalah segera mulai; apakah itu revitalisasi atau implementasi-- karena dunia global tidak pernah menunggu.
Visi yang memanusiakan manusia!
Sebagai lembaga pendidikan tinggi yang secara conditio sine qua non mengemban tugas untuk “memanusiakan manusia” dan “memanusiawikan” lingkungan hidupnya, UNTAN pantas terpanggil selain bervisi untuk memasuki World Class University, UNTAN juga tetap harus bervisi untuk menjadi pusat ilmiah dan institusi preservasi ke-Kalbar-an yang aktif, kreatif, inovatif, dan konstruktif sebagai akar tumbuhnya. Dua visi yang bersifat ad extra dan ad intra ini harus tetap dikembangkan dan dirawat secara integral-berkesinambungan. Untuk itu, Bapak Rektor yang sedang mengemban amanah luhur ini perlu didukung untuk terjadinya kondisi positif implementasinya.
Keluhuran amanah rectory yang positif terletak pada feasibilitas policy dan visi implementatif program pendidikan UNTAN yang mesti berorientasi pelayanan publik dengan berdasar pada humanism dan intellectualism. Dengan didukung tenaga dosen yang professional dan tenaga struktural yang kompeten serta kiat pada Tri Dharma Perguruan Tinggi, sisi humanism sebuah lembaga pendidikan mengharuskan UNTAN mampu menempatkan martabat kemanusiaan dan pengembangannya ke level yang utama dan diutamakan. Sementara itu, sisi intellectualism menjadi fondasi dan sekaligus isi komtemplatif UNTAN sebagai sebuah lembaga pendidikan untuk selalu mampu membawa pencerahan inovatif ranah pikir guna membangun manusia Kalimantan Barat yang berfikir global bertindak local, bernurani lebih adil, bernaluri lebih sejahtera, berprinsip lebih bermartabat, dan lebih peka terhadap tanda-tanda zaman.
Untuk itu, pantas jika Gugus Tugas hubungan kerjasama UNTAN dan perguruan tinggi di AS yang dibentuk tetap berkiblat pada hal-hal tersebut. Kondisi positif untuk mendukung rectory mengimplementasikan program-programnya secara produktif salah satunya juga terletak di pundak gugus ini. Selamat mengglobal!
Penulis: Dosen FKIP Untan, Mahasiswa Doktoral di UNY dan Alumni Sandwich-like Program di University of Illinois USA.
Mantap tulisannya pak Gatot. Sukses selalu buat pak Gatot. Salam, Norman
BalasHapus