Sabtu, 25 Februari 2012

Pontianak Post, Rabu 22 Februari 1012

SMK:  SEKOLAH BERKULTUR SISWA PRODUKTIF YANG KOMPETITIF
Oleh
Y. Gatot Sutapa Y.

Mencermati tulisan Bapak Sasmito Aripala S.Pd di Pontianak Post Kamis, 9 Februari 2012 yang berjudul “Jangan Jadikan SMK Sekolah ‘Kedua’”, ada hal menarik yang bisa dijadikan bahan diskusi yakni  sebuah “kegalauan/keprihatinan” hati Pak Sasmito yang tidak mengehendaki SMK menjadi sekolah “kedua”.  Hal ini cukup beralasan ketika disadari bahwa raw material siswa yang masuk ke SMK tidak jarang “dimitoskan” sebagai siswa yang kemampuan akademisnya dibawah rata-rata siswa yang masuk ke SMA. Dari yang “termitoskan” inipun banyak yang memilih SMK konon karena terpaksa dan belum secara intensif menjatuhkan pilihan masuk ke SMK sebagai sebuah futuristic dream pengembangan dirinya. Maknanya semakin menjadi lebih dalam ketika disadari bahwa Pak Sasmito adalah seorang guru SMK di sebuah wilayah Pulau Maya Karimata yang tentu dipundaknya ada beban sosial dari masyarakat “pedesaan” yang menitipkan anak-anaknya dengan penuh harap untuk dididik dan siap dapat kerja; sekalipun baginya permasalahan menjadi tidak ringan. Hal-hal yang terkait dengan keterbatasan peralatan, kurangnya laboratorium, masih rendahnya tingkat ketersediaan biaya praktik, dan lingkungan belajar yang tidak serupa dengan dunia kerja tetap juga menghantuinya.
 Akan tetapi, kegalauan/keprihatinan tersebut menurut penulis kelihatannya juga bisa diubah menjadi titik pacu yang berenergi positif demi pengembangan SMK yang lebih futuristic dan peka terhadap kebutuhan masyarakat pelanggannya ketika sinergisitas dan tindak kolaboratif para pemangku kepentingan terbangun secara proporsional, konstruktif dan berkesinambungan. Selain masyarakat yang an sich terlibat di dalamnnya sebagai pelanggan sekaligus pemangku kepentingan, ada tiga komponen konstruktif  lain yang mendukung hal ini bisa terjadi secara maksimal apabila:
Pertama, SMK sebagai sekolah penyiap tenaga kerja secara terus-menerus membangun dan mengembangkan pemihakan konsepsi vokasionalnya sesuai dengan tuntutan dunia kerja yang real-need. Konsepsi yang dimaksud adalah esensi pendidikan kejuruan berbasis kompetensi yang berorientasi pada productivity dan markertable skill. Pembudayaan “belajar sambil bekerja dan bekerja sambil belajar” menjadi inti kegiatan didaktis-pedagogik SMK sebagai miniatur tata hidup masyarakat. Pendidikan SMK berkonsepsi ini  menciptakan kondisi untuk mengadaptasi  jenis pekerjaan yang ada, baru, dan mungkin akan ada untuk dijadikan referensi KBM. Karena itu, untuk  realiasasinya dengan didukung oleh tenaga pendidik dan kependidikan yang professional, penekananan kurikulum diberikan pada pencapaian kompetensi yang harus dikuasai dan penekanan pada pemberian pengalaman belajar yang lebih bermakna melalui proses kerja yang sesungguhnya dan menghasilkan produk barang atau jasa sesuai dengan standar pasar dan mengutamakan penyiapan peserta didik untuk memasuki lapangan kerja serta mengembangkan sikap professional yang layak jual.
Kedua, ada peran supportif Dunia Usaha dan Industri (DUDI) yang relevan sebagai tanggung jawab socio-mutual safety net. Meskipun DUDI tidak bisa dipisahkan dari visi profit-oriented, SMK tetap bisa mengajak kemitraan dengan DUDI dengan prinsip saling menguntungkan. Hal ini guna melaksanakan on the job training  untuk pemerolehan general and specific  training, dan on the job experience (magang atau internship untuk pemerolehan ketrampilan teknis, sikap, kebiasaan dan emosional, askriptif/soft skills). Selain itu, melalui kemitraan ini SMK juga memiliki peluang untuk up date pengetahuan dan ketrampilan yang sedang trend. 
Ketiga, ada peran aktif untuk regulasi, pengawasan, pembinaan dan kompensasi dari pemerintah sebagai pemangku kepentingan. Semangat pemerintah untuk mendorong SMK menjadi ujung tombak pe­nye­dia tenaga kerja terampil nasional dan bahkan internasional semakin menunjukkan ancangan implementatif yang positif dan futuristik. Untuk itu, digalakannya kegiatan-kegiatan strategis guna semakin mendorong berkembangnya SMK baik dari pengadaan infrastruktur, hardware-software, dan segala kelengkapannya maupun orientasi pengembangannya ke depan mencerminkan tekad yang kuat untuk bersinergi dengan moment pembangunan bangsa, melalui pendidikan SMK.
Dengan terjadinya tindak kolaborasi yang sinergis dan tetap saling menguntungkan tanpa menghilangkan visi masing-masing dari ketiga komponen tersebut, SMK sebagai lembaga pendidikan formal yang diundangkan akan mampu menyiapkan sumber daya manusia yang siap memasuki dunia kerja dan menjadi penyedia tenaga kerja yang berkompetensi handal. Selebihnya, SMK juga akan bisa menghadirkan sebuah peluang pemartabatan dalam arti luas dan peningkatkan mutu hidup termasuk pengentasan masyarakat dari jerat kemiskinan yang aktual. Juga, SMK akan bisa dengan naluri profesionalitas kelembagaan kejuruan untuk berkembang secara komprehensif dan mampu sejajar dengan level sekolah formal di tingkatannya sebagai medium pengembangan diri anak didik. Dengan kata lain, SMK sebagai salah satu solusi alternatif pembangunan kemasyarakatan pantas didorong secara kooperatif untuk mampu  mempersiapkan, memproses, membentuk, mengembangkan, memberdayakan dan menghasilkan  sumber daya manusia enterpreneurs  yang terampil dan kompeten.

Bias SMK  Berwawasan Enterpreneurship
Terjadinya perkembangan siswa-siswa SMK mampu memproduksi mobil esemka, pesawat terbang, sepeda motor, robot, alat pengawet makanan, mesin pemanen sawit, mesin alat produksi dan lainnya, semakin menumbuhkembangkan motivasi inspiratif  dan tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap kemajuan mutu pendidikan SMK. Usaha-usaha untuk menghasilkan SDM ke arah lebih produktif-kompetitif ini perlu dibarengi dengan revitalisasi fungsi didaktis-pedagogisnya sehingga sekolah menjadi lebih handal, berkualitas dan berwawasan entrepreneurship global atas dasar peran sosialnya sebagai agent of change, sekaligus sebagai aset ekonomi  lokal. 
Selanjutnya, untuk bisa melakukan perberdayaan dan kewirausahaan yang bermakna kultural-inklusif baik untuk dirinya sendiri maupun masyarakat yang dilayani, siswa-siswa SMK juga perlu dididik dan dibekali dengan ketrampilan komunikatif kebahasaan (utamanya Bahasa Inggris) yang memadai agar dapat diadopsi lang­sung oleh industri. Dengan kompetensi kebahasaan, orientasi mutu, relevansi pendidikan dan kurikulum SMK yang terus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan lokal dan peluang kerja yang disediakan oleh industri, peluang lulusan SMK semakin terbuka untuk terserap di dunia kerja.
Selain itu, sebagai penyedia calon tenaga kerja yang berorientasi pasar SMK juga harus mampu mengedepankan  pendidikan yang berdimensi investasi-eksploratif. Maksudnya adalah bahwa sebagai lembaga SMK harus memiliki hakekat pengembangan citra diri dan agenda kinerja yang bermuara pada kultur entrepreneurship berdasar pada nilai-nilai produktifitas, efesiensi dan efektifitas. Makna praktisnya adalah, SMK harus mampu mengembangkan jenis spesifikasi keunggulan lokal berdimensi ekonomis, jenis spesifikasi ketrampilan yang dibutuhkan pasar, dan daya untuk meluluskan entrepreneur  dengan kemauan, kemampuan mobilitas, dan kesehatan yang prima.
Bagi Pemerintah, tumbuhnya gairah siswa SMK dalam berkreasi dan meningkatkan mutu kompetitif industri kreatif ini kiranya secara kreatif-konstruktif juga terus diberi kondisi untuk tercapainya perubahan-perubahan dalam men­cip­takan kultur serupa di SMK sekitar kita. Dengan demikian tenaga-tenaga engineer tingkat menengah yang siap kerja dan mampu mengenal per­leng­kapan lingkup di dunia kerja yang menjadi miniature nyata  juga terus tersedia.
Mari SMK maju membudaya dalam kinerja (encultural) dan menangkap peluang pasar yang terbuka dengan mendorong budaya belajar sambil kerja ke arah yang produktif dan kompetitif. SMK Bisa!!!
                                                                                   
Penulis:
Dosen FKIP UNTAN,
Peminat Vocational Education

Tidak ada komentar:

Posting Komentar